Bermacam Agama dalam Satu Rumah, Hanya Ada di Podokoyo

0

Indonesia adalah negara yang melandaskan diri kepada  nilai-nilai ke-Tuhan-an, meskipun Indonesia bukan negara agama. Pentingnya masalah beragama dirumuskan dalam sila pertama Pancasila “ Ketuhanan  yang Maha Esa “ dan selanjutnya masalah kerukunan dirumuskan juga dalam sila ketiga Pancasila yaitu “ Persatuan Indonesia”.  Toleransi beragama adalah hal krusial yang harus kita lakukan, terlebih kita hidup di negara dengan kondisi masyarakat yang sangat prular atau berbeda-beda. Toleransi terjadi dengan menghargai dan mengakui adanya perbedaan tanpa mengorbankan prinsip yang kita anut sendiri.

Toleransi dan harmonisasi di desa Podokoyo patut kita beri perhatian. Podokoyo adalah salah satu desa di wilayah Tosari, Pasuruan, Jawa Timur. Desa ini berada di lereng Gunung Bromo, dan memiliki suasana desa yang sejuk serta tenang. Ketenangan alamnya diikuti pula dengan ketenangan warganya, terutama dalam beragama.

Terdapat tiga agama yang mendominasi di desa ini, yaitu Agama Hindu sebagai agama mayoritas , dan selanjutnya adalah agama Kristen dan Islam. Harmonisasi beragama warga desa Podokoyo sudah diberi penghargaan oleh Pemerintah Daerah Jawa Timur sebagai desa dengan tingkat toleransi beragama terbaik.  Perbedaan agama di Podokoyo konon katanya disatukan oleh tradisi tengger yang dimiliki oleh warga desa Podokoyo jauh sebelum warga desa memiliki agama.

“ Desa ini penduduknya sangat rukun sekali, harmonis dengan perbedaan agama yang ada. Perbedaan agama ini yang menyatukan adalah adat dan tradisi masyarakat.” Kata pak Suwantoro selaku tokoh agama Hindu, sewaktu ditemui dirumahnya.

BACA :  Kisah Junaedi Mulyono, Sulap Desa Sepi Menjadi Desa Kaya

Adat dan tradisi masyarakat di desa Podokoyo ini wajib diikuti serta ditaati oleh seluruh masyarakat desa Podokoyo dari agama manapun tanpa terkecuali. Tradisi ini diantaranya adalah Barian, Pujan dan Slametan Desa. Barian dilaksanakan setiap bulan pada Jumat Legi , dengan mengadakan ritual di rumah adat sebagai tempat upacaranya. Selain itu masyarakat Podokoyo dalam melakukan ritual menggunakan kalender Tengger sebagai acuan untuk melaksanakan ritual. Seperti, pada saat Kasada atau Kosodo dalam kalender Tengger, masyarakat Podokoyo akan melakukan upacara ritual di pusat yakni di Gunung Bromo, upacara ini dikenal dengan sebutan Upacara Kasada. Sebulan setelah Upacara Kasada berlangsung, Upacara Karo pun dilaksanakan. Berbeda dengan Upacara Kasada yang dilaksanakan di Gunung Bromo, Upacara Karo dilksanakan dirumah masing-masing. Pada saat Upacara Karo berlangsung, rumah-rumah warga akan didatangi oleh sesepuh adat yang biasa disebut Pak Dukun atau  Pak Sulinggih.

Masyarakat Tengger mempunyai keyakinan agar selalu berucap syukur atas kehadiran Tuhan. Nyelameti Banyu dan Tanah, atau mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas air dan Tanah. Kebiasaan atau tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat Podokoyo yang biasa disebut dengan tradisi Pujan. Tradisi Pujan sendiri dilaksanakan dengan memberikan sesajen atau sedekah bumi.

BACA :  Muzaki, Sosok Dibalik Meningkatnya Minat Baca Anak-anak Bantur Melalui Galeri Kreatif

Selanjutnya ada Slametan Desa, tradisi ini wajib diikuti oleh masyarakat Podokoyo dengan agama manapun tanpa terkecuali. Slametan Desa biasanya dilaksanakan Pada bula ke-wolu dalam penanggalan kalender Tengger, atau sekitar bulan Agustus pada penanggalan Masehi. Upacara-upacara ini adalah bentuk rasa syukur masyarakat atas anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan.

Dalam pelaksanaan beragama di Podokoyo masyarakat masih dan akan tetap mempertahan budaya yang telah diturunkan dari leluhur mereka.

Ada hukum adat di Tengger, mau tidak mau masyarakat yang menduduki tanah Tengger harus melaksanakan hukum adat itu, karena merupakan pengikat kerukunan antar umat beragama ” kata pak Suwantoro.

Selain itu, jika berkunjung ke Podokoyo tak jarang ditemukan warga dengan anggota keluarga yang berbeda agama, misalnya Istrinya beragama Hindu, sedangkan sang Suami beragama Islam. Anak-anak di Podokoyo bebas memilih Agamanya masing-masing, apakah Ia akan mengikuti Ibu atau Ayahnya, atau memeluk Agama lainnya. Orangtua di Desa Podokoyo wajib menghormati pilihan agama anaknya masing- masing.

Indahnya Podokoyo dengan alam yang tenang dan sejuk, ditambah dengan harmonisasi dan toleransi umat beragama masyarakatnya. Tertarik untuk berkunjung?

Author: PutriAb