Kemiren, Desa Adat Osing di Banyuwangi yang Unik

0
Kemiren Desa Adat Osing
Kemiren Desa Adat Osing

Welas hang reng kene…

Jika kamu penggemar lagu-lagu dangdut (koplo) berbahasa daerah, sepenggal lirik lagu di atas barangkali terdengar familiar. Ya, lirik lagu tersebut menggunakan bahasa Osing. Osing merupakan masyarakat suku yang menghuni beberapa wilayah di Banyuwangi. Seperti halnya di Desa Kemiren, desa adat wisata yang tetap mempertahankan tradisi dan budaya Osing.

Desa Kemiren memiliki luas 117.052 m2 memanjang hingga 3 km yang di kedua sisinya dibatasi oleh dua sungai, Gulung dan Sobo yang mengalir dari barat ke arah timur. Letak desa ini cukup  strategis menuju arah menuju wisata Kawah Ijen. Adapun nama Desa Kemiren berasal dari kata Kemiren yang menurut para sesepuh, dahulu di desa tersebut masih berupa hutan dan terdapat banyak pohon kemiri dan duren (durian). Sejak saat itu, daerah tersebut dinamakan “Desa Kemiren”.  

Berdasarkan sejarahnya, masyarakat Desa Kemiren berasal dari orang-orang yang mengasingkan diri dari kerajaan Majapahit setelah kerajaan tersebut mulai runtuh tahun 1478 M. Masyarakat yang mengasingkan diri ini kemudian mendirikan kerajaan Blambangan di Banyuwangi yang bercorak Hindu-Buddha. Kerajaan ini berkuasa selama dua ratus tahun sebelum jatuh ke tangan kerajaan Mataram Islam tahun 1743 M.

BACA :  Mengenal Pokdarwis, Ujung Tombak Wisata Desa

Pada tahun 1995, oleh mantan Gubernur Jawa Timur, Basofi Sudirman, desa yang terletak di Kecamatan Glagah ini ditetapkan sebagai desa adat wisata suku Osing. Apa saja khasanah kebudayaan dan tradisi yang bisa dihayati dalam aktivitas wisata di desa adat Kemiren? Terdapat tradisi, festival budaya dan acara kesenian tahunan sering diadakan di desa ini. Pertama, tradisi Gedhogan, yakni menyaksikan sekelompok ibu menumbuk hasil bumi, seperti beras dan tepung. Kedua, Barong Ider bumi. Tradisi ini diselenggarakan setiap tanggal dua bulan oleh warga Osing. Mereka membuat kelompok barongan, kemudian mengitari desa seperti halnya kegiatan karnaval. Di tengah karnaval, masyarakat melempari Barongan ini dengan uang koin logam. Hal ini menyimbolkan untuk menolak bala di wilayah tersebut. Pada masa dulu, masyarakat Osing melakukan tradisi ini agar musim kemarau segera berlalu dan persawahan mendapat air yang cukup. Selain itu, adapula Sanggar Genjah Arum, yakni layaknya museum yang memang dibangun untuk melestarikan kebudayaan Banyuwangi. Bahkan, di desa adat ini juga disediakan penginapan yang dibangun mirip dengan rumah penduduk Desa Kemiren.

BACA :  Strategi Menuju Desa Wisata Berkelanjutan

Menarik bukan? Kamu bisa mencoba menikmati desa wisata dengan suasana adat dan budaya. Tentu saja, produk unggulan khas desa ini adalah kopi khas Osing yang juga tidak kalah menarik untuk dicoba!

Author: Hani Hann Hann