Membuat dan Merawat Hutan Sendirian, Inilah Sosok Suhendri

0

Mengawali tahun baru tidak lengkap rasanya jika tidak berbicara tentang sosok yang menginspirasi, yang bisa kita jadikan contoh untuk kehidupan yang lebih baik. Adalah Suhendri, seorang kakek yang telah berumur 78 tahun, yang mempunyai mimpi sederhana ingin berkontribusi menjaga hutan.

Kalimantan Hutan Bangris, Bangris digasak illegal logging, Hutan habis tinggal menangis, Pusing tujuh keliling.

Sebait puisi diatas tertulis  di sebuah lembar papan ditengah kerimbunan pohon yang tertata rapi, hijau dan indah di jalan Pesut, Kelurahan Timbau, Tenggarong Kalimantan Timur. Hutan seluas 3 Hektar ini adalah hasil tangan,kesabaran serta kesugguhan dari Suhendri, seorang sosok sederhana yang akrab disapa dengan nama Mbah Hendri.

Berawal dari informasi yang ia dengar dan baca dari media massa, bahwa Kalimantan adalah paru-paru dunia, dan kehidupan manusia bergantung pada hutan Kalimantan, Ia tak mau julukan tersebut meninggalkan Hutan Kalimantan.

Sendirian Membuat Hutan Kota di Tenggarong  

Sosok Suhendri sebenarnya bukan warga asli Kalimantan, Ia lahir tanggal 3 September 1945 , Sukabumi, Jawa Barat.

Kakek dua anak ini menginjakkan kaki di Kalimantan Timur untuk pertama kali pada tahun 1971, untuk ikut bekerja membangun asrama milik perusahaan kayu. Saat itu bisnis kayu sedang marak-maraknya sehingga Ia langsung menyaksikan bagaimana pohon-pohon ditebang dan hutan berhektar-hektar gundul.

BACA :  Desa Ngentakrejo, Inovasi BUMDesa Melalui Kerajinan Batik

Hutan Kota terbentuk , dengan sejarah awal dari 40 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1979, dengan bermodalkan uang senilai Rp100 ribu untuk membeli lahan seluas 1,5 Hektar. Kala itu ia membelinya untuk bertani. Konsep bertani bapak Suhendri pada saat itu adalah menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian, yang biasa kita kenal dengan nama Agroforestri. Dengan menanam komoditas pertanian seperti lombok,sayuran,dan juga buah-buahan.

Pada tahun 1986 Ia mulai menanam pohon setelah mendapatkan bibitnya dari seorang temannya di Sukabumi,Jawa Barat,bibit tersebut berupa bibit pohon damar. Saat itu, banyak orang yang ragu kalau pohon damar  dapat tumbuh di Tenggarong, melihat kondisi pohon damar yang biasanya hanya bisa tumbuh di ketinggian 900 Mdpl. Walaupun tidak ada latarbelakang pendidikan dikehutanan dan yang berkaitan tentang pohon-pohonan, atas kesungguhannya ternyata bibit pohon tersebut dapat tumbuh dengan baik.

Kini lahan tersebut telah menjadi hutan kota dengan koleksi lebih dari 50 spesies tanaman. Ada kurang lebih 600 tegakan berbagai jenis pohon seperti damar, meranti, kapur, pinus,kayuputih,ulin dan sengon. Ia memnfaatkan hutan kota tersebut dengan melakukan tumpang sari yaitu menanam kopi dan teh.

BACA :  Desaku Berprestasi, Inovasi Perpustakaan Desa Sukosari

Hutan kota ini sering dikunjungi oleh para mahasiswa untuk penelitian, termasuk yang baru –baru ini mahasiswa peneliti dari Jepang. Tak hanya itu aparatur negara, para peneliti profesional, dan lainnya sering juga berkunjung, untuk sekedar belajar dan bertukar pengalaman. Phot-photo para pengunjung dapat dilihat di dinding pondok tempat bapak Suhendri tinggal.

Bagi Suhendri merawat serta membesarkan pepohonan merupakan bagian dari garis hidup yang tak bisa dinila dalam bnetuk nominal rupiah. Ia mengaku bahwa lahan yang sudah menghijau ini sempat ditawar oleh investor untuk dijadikan semacam resort, bahkan ada angka yang mecapai sepuluh miliar rupiah. Namun Suhendri tidak bergeming dan  menolak tawaran tersebut. Ia punya misi agar lahan miliknya menjadi paru-paru bagi kota Tenggarong dan tempat persinggahan berbagai satwa. Konon Suhendri akan menyerahkan hutan miliknya kepada pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara untuk dijadkan hutan kota.

Bapak Suhendri, sosok istimewa yang menginspirasi, tak pernah mengeluh untuk mewujudkan mimpinya.

Author: PutriAb