Potret Kemandirian dalam Wujud Keripik Pisang

0
Potret Kemandirian dalam Wujud Keripik Pisang
Potret Kemandirian dalam Wujud Keripik Pisang

Desa Kalipucang terletak di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Desa yang terkenal sebagai penghasil susu sapi segar ini masuk dalam wilayah Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan. Secara administratif, Desa Kalipucang terdiri dari enam dusun yakni Kuntul Utara, Kuntul Selatan, Dodogan, Cikur, Mucangan dan Dusun Jelag.

Selain masyhur sebagai penghasil susu segar, Kalipucang juga menyimpan potensi hasil pertanian yang besar. Komoditas kopi, cengkeh, alpukat, durian, nangka dan pisang serta tanaman lain tumbuh subur pada 671 ribu lahan pertanian kering dan 338 ribu hektar tegal. Semua komoditas ini memang belum banyak disentuh, sehingga sebagian besar masih tumbuh secara alami.

Dari sekian banyak komoditas, kopi dan pisang merupakan produk yang paling banyak dihasilkan oleh desa ini. Sejauh ini, pengolahan hasil panen kopi dan pisang dilakukan dalam skala kecil, dikelola secara tradisional dan mandiri oleh perseorangan ataupun kelompok. Hasil olahan kopi dan pisang ini hanya dititipkan pada warung-warung yang ada di desa. Selain itu, kedua produk ini dipamerkan dan dipasarkan juga jika ada event-event di tingkat kabupaten atau kecamatan yang diselenggarakan oleh dinas tertentu.

Desa ini memiliki potensi komoditas pisang dalam kapasitas yang besar. Ada beragam pisang yang tumbuh subur di desa ini. Masyarakat mengelompokkan jenis pisang menjadi dua, yaitu pisang olahan dan pisang buah. Pisang buah adalah pisang yang layak dijual dalam bentuk buah, di antaranya adalah pisang Ambon, Barlin, hijau, Raja Molo, Emas dan pisang Santen. Permintaan pasar atas jenis pisang buah ini sangat tinggi, sehingga masyarakat lebih tertarik untuk menjualnya langsung dalam bentuk buah.

BACA :  Desaku Berprestasi, Inovasi Perpustakaan Desa Sukosari

Sedangkan pisang olahan terdiri dari pisang Candi dan pisang Nangka. Kedua jenis pisang ini sebenarnya rasanya sangat enak bila dikonsumsi langsung dalam bentuk buah. Namun masyarakat lebih sering mengolah dulu dalam bentuk keripik atau makanan lainnya. Sebagian kecil pengolahan pisang ini dilakukan oleh perseorangan atau kelompok dalam bentuk industri rumahan.

Mbah Armi adalah salah satu warga yang sudah mendapat penghasilan tambahan dari mengolah komoditas pisang menjadi keripik. Menurutnya ada selisih harga yang lumayan apabila pisang dijual dalam bentuk keripik dibandingkan dengan dalam bentuk buah. Janda 65 tahun ini mengungkapkan bahwa pisang Santen atau Nangka dalam satu tandan dihargai Rp.30.000,-. Jika diolah menjadi keripik, satu tandan rata-rata menjadi 45 bungkus. Armi menjual setiap bungkus keripik pisangnya seharga Rp.1.750,-. Apabila ditotal harga pisang setelah diolah menjadi keripik adalah sebesar Rp.78.750,-. Dengan mengolah pisang menjadi keripik, Armi masih mendapat selisih keuntungan kotor sebesar Rp.50.750,- setiap tandannya.

Seperti halnya Armi, Kelompok Tani Dwi Tunggal juga mulai memproduksi keripik pisang. Karnadi, ketua Kelompok Tani Dwi Tunggal menceritakan bahwa kelompoknya mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp.90.000,-/hari dari penjualan keripik pisang.

Kelompok Tani Dwi Tunggal mulai memperbaiki pengemasan produk keripiknya. Selain itu, kelompok tani ini juga mulai mengajukan izin Industri Rumah Tangga (IRT) kepada Dinas Perindustrian Kabupaten Pasuruan. Namun, sampai hari ini IRT tersebut belum juga ia dapatkan. Karnadi berharap Pemerintah Kabupaten Pasuruan mempermudah proses perizinan, agar industri rumahan di Pasuruan khususnya di Desa Kalipucang bisa berkembang.

BACA :  Bank Sampah Posyandu Majusari, Inovasi Masyarakat Desa Bakalan Malang

“Kami berharap Pemerintah Kabupaten Pasuruan mempermudah proses perizinan IRT. Kami sudah mengurusnya beberapa kali, namun tak kunjung kami dapatkan”, keluh Karnadi pada diskusi terbatas tentang potensi Desa Kalipucang.

Berdasarkan pengakuan Karnadi, permintaan keripik pisang buatan kelompoknya dari hari ke hari semakin meningkat. Namun ia mengakui untuk meningkatkan produksi olahan pisang, kelompoknya masih mengalami kesulitan dan kendala manajemen, tenaga kerja dan sarana prasarana pemasaran.

Armi dan Kelompok Tani Dwi Tunggal adalah contoh kemandirian dan keberdayaan masyarakat desa dalam meningkatkan nilai potensi desa mereka. Sebenarnya masih banyak produk olahan lain yang bisa dihasilkan dari komoditas pisang di Desa Kalipucang, misalnya selai pisang, jenang pisang, getuk pisang, tepung pisang ataupun lainnya. Memang dibutuhkan inovasi dan sentuhan-sentuhan dari pemerintah ataupun pihak lainnya untuk mengembangkan produk olahan pisang ini.

Peningkatan kapasitas dan produktivitas, baik sumber daya manusia maupun peningkatan teknik pengolahan dan pengelolaan kegiatan usaha, menjadi hal yang mutlak diperlukan. Kiranya perhatian dan kerjasama antara pemerintah daerah, pihak swasta, universitas maupun lembaga lainnya dapat semakin menguatkan potensi Desa Kalipucang pada khususnya, dan potensi sumber daya alam lainnya di Kabupaten Pasuruan. [Tri]

Author: Redaksi