Refleksi Ujian Kedewasaan Wisata Rejoso Mangrove Conservation

0

Rejoso Mangrove Conservation (RMC) adalah wisata yang sedang berkembang di Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan. Secara administratif wilayah yang dikembangkan menjadi titik wisata RMC terletak di antara bantaran sungai dua desa, Jarangan dan Patuguran. Pemilihan nama RMC juga bukan tanpa alasan, nama tersebut dianggap paling mewakili dan netral, mengingat secara status lahan, terdapat beberapa pihak yang memiliki hak kepemilikan.

RMC mulai dikembangkan dengan serius pada akhir 2017 lewat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Berbagai kegiatan dilaksanakan untuk memperbaiki, mengembangkan dan mempromosikan RMC sebagai salah satu destinasi wisata yang menarik wisatawan. Pembuatan jogging track, pembangunan rumah singgah hingga penyusunan paket wisata dibuat untuk membentuk pengelolaan RMC terstruktur dan berdasar.

Tantangan dan Ujian Kedewasaan

Bagaimanapun, sebuah organisasi atau komunitas yang berisikan banyak orang mustahil tanpa tantangan atau konflik. Perbedaan sudut pandang, argumen dan pola pikir adalah keniscayaan yang pasti hinggap dalam sebuah organisasi atau komunitas, belum lagi perihal bagi hasil atau juga manakala ada suntikan bantuan dari pihak luar. Hal-hal tersebut pula yang beberapa kali terjadi dalam pengembangan dan pengelolaan RMC.

Sebagai sebuah proyek bersama, RMC memiliki tantangan yang berbeda (kasuistik) jika dibandingkan dengan pengembangan wisata di tempat lain. Kebanyakan di tempat (desa) lain, pengembangan wisata berbasis konsep Community Based Tourism (CBT) seringkali dihadapkan pada tantangan penyadaran masyarakat, partisipasi dari semua pihak hingga model pengelolaan di dalam ruang lingkup masyarakat satu desa. Tantangan RMC tidak hanya itu, tetapi juga diwajibkan menyusun model dan aturan pengelolaan yang melibatkan dua desa. Dan, model dan aturan pengelolaan RMC memiliki dua syarat mutlak, adil dan mewakili kepentingan dua desa.

BACA :  Mana yang Lebih Baik, Desa Wisata atau Wisata Desa

Secara administratif, lahan mangrove yang ada di RMC dimiliki oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. Sedangkan, sungai yang mengalir di sekitaran mangrove dimiliki oleh Dinas Pengairan Kabupaten Pasuruan. Beberapa tahun yang lalu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Hal ini dilakukan untuk melakukan fungsi pengawasan kondisi perairan dan kelautan di Rejoso, termasuk wilayah RMC.

Fakta tersebut menambah tantangan bagi RMC yang hingga kini masih menyusun pola terbaik dalam pengelolaannya. Tantangan-tantangan ini seringkali menimbulkan gesekan atau omongan-omongan miring yang kemudian berakhir pada simpulan sepihak perihal monopoli atau kecondongan pada salah satu desa. Padahal, sejak diinisiasi hingga kini, dua desa yang mengelola bersama dengan pihak-pihak lain (pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi) tengah mengupayakan agar didapat win-win solution.

Musyawarah, Mediasi dan Saling Pengertian

Pada awal 2019 lalu, Pemerintah Desa Jarangan dan Patuguran bersama Pokdarwis masing-masing desa sudah bersepakat untuk membagi tugas. Pemerintah desa berkewajiban untuk menyusun regulasi dan menjalin komunikasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten mengenai status wilayah sekitar mangrove. Sedangkan, Pokdarwis dua desa yang tergabung dalam kelompok RMC melakukan berbagai upaya perbaikan dan pengembangan mangrove sebagai destinasi wisata. Hal ini berjalan berjalan dengan cukup baik dan lancar sebagaimana perencanaan awal.

BACA :  Desa Ngroto Jadi Percontohan Gerakan Penanggulangan Kemiskinan

Cara tersebut ternyata bukan tanpa cela, problem mendasar mengenai aturan pengelolaan tetap dibutuhkan oleh RMC agar menjadi acuan baku pengelolaan. Pertemuan rutin untuk membahas pengelolaan berulang kali dilakukan agar mendapatkan hasil terbaik. Bahkan, pada 30 September 2019 kemarin, RMC mengundang pihak Kecamatan Rejoso, Kepolisian Sektor Rejoso dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pasuruan untuk menjadi mediator agar segera ditemukan formulasi pengelolaan yang adil dan mewakili kepentingan semua pihak.

Pada akhirnya, keunikan (problem) RMC memang harus disikapi dengan dewasa oleh semua pihak yang terlibat. “Kita harus optimis, gesekan atau juga perbedaan sudut pandang atau bahkan riya’ adalah dinamika yang harus dilewati. Jadi ndak perlu baperan. Karena kita sekarang sudah dikenal banyak orang. Kalau kita pecah bagaimana kita akan dilirik orang atau lembaga lain,” terang Haji Ilyas, salah satu tokoh masyarakat sekaligus pembina Pokdarwis Patuguran. Pihak kecamatan pun menyampaikan pesan, “Mengelola Mangrove butuh partisipasi, bantuan, saran dan bimbingan dari banyak pihak. Jadi semua harus bersatu, jangan sampai sendiri-sendiri.”

Intensitas musyawarah dan mediasi yang tinggi nampaknya dibutuhkan oleh RMC untuk memperkuat konsolidasi dan koordinasi. Kesadaran dari semua pihak yang terkait pun menjadi prasyarat wajib agar pengembangan RMC dapat berjalan dengan baik. Tidak hanya itu, saling pengertian pun menjadi poin utama dalam setiap komunikasi dan pengambilan keputusan yang dilakukan. (RBN)

Author: Redaksi