Tips Membangun Desa Wisata Ala Pujon Kidul

1

Sektor pariwisata kini menjadi primadona baru dalam pembangunan nasional. Pasalnya, sektor ini menunjukkan tren pertumbuhan yang amat fantastis. Sumbangan devisa dan penyerapan tenaga kerja dari sektor ini dapat dikatakan sangat signifikan.

Pada tahun 2015, devisa dari sektor pariwisata masih berada di posisi keempat di bawah Migas, kelapa sawit dan batu bara. Tahun ini, sektor pariwisata menyumbang devisa sebanyak 190 triliun rupiah, berada pada urutan ke dua setelah ekspor kelapa sawit sebesar 239 triliun rupiah. Menteri Pariwisata bahkan memprediksi bahwa sektor pariwisata akan menjadi penyumbang devisa tertinggi pada tahun 2019 mendatang.

Sejalan dengan data tersebut, riset Bank Dunia menyatakan bahwa pariwisata adalah penyumbang devisa dan pendapatan domestik bruto yang paling mudah. Oleh karena itu, pembangunan kepariwisataan harus menggunakan pendekatan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat.

Tren pertumbuhan sektor pariwisata ditambah dengan adanya kewenangan desa yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi peluang bagi masyarakat untuk turut ambil bagian dalam pengembangan wisata. Wisata berbasis masyarakat harus menjadi nafas pembangunan sektor pariwisata guna menjamin kebermanfaatan bagi masyarakat.

BACA :  Membangun Kawasan Perdesaan melalui BUMDesa Bersama

Melihat peluang tersebut, Komunitas Averroes melalui Program Pendidikan Agrobisnis dan Agrowisata Desa Inovatif (PADI) mengajak enam desa di Kabupaten Pasuruan untuk mengembangkan potensi desa menuju pariwisata berbasis masyarakat. Memulai program ini, Komunitas Averroes mengundang Udi Hartoko, Kepala Desa Pujon Kidul, Kabupaten Malang untuk berbagi pengalaman dalam upaya membangun desa wisata.

Belakangan ini Pujon Kidul memang banyak dibicarakan mulai dari kalangan akademisi pembangunan desa, jajaran pemerintah hingga anak muda penggila wisata. Udi berhasil mengintegrasikan segenap potensi desanya untuk menjadi destinasi wisata yang unik dan menarik. Desa ini menyediakan paket-paket wisata mulai dari cafe sawah, wisata berkuda, outbondtracking di pegunungan, edukasi pertanian dan peternakan hingga homestay.

“Konsep kami memang memanfaatkan potensi alam, ekonomi dan budaya. Kami kemas sedemikian rupa menjadi wisata. Bagi orang umum, Posyandu mana bisa dipakai wisata? Apa ada wisata pemerintahan desa? Itu semua kita jual dan laku pak. Karena orang di surabaya, Jakarta itu nggak ada seperti itu pak. Mereka sangat antusias belajar tentang budaya desa hingga pemerintahan desanya juga dianggap menarik bagi mereka,” ujar Udi pada Workshop Sinkronisasi Program PADI, Rabu (25/10/2017).

BACA :  Perumusan Kriteria Geowisata

Menurutnya, para wisatawan cenderung bosan untuk mengunjungi wisata di perkotaan. Para wisatawan lebih suka mengunjungi desa karena mereka mendapatkan sesuatu yang berbeda. Di desa, mereka dapat menyaksikan keindahan alam, keramahan penduduk hingga keunikan budaya. Mereka pulang membawa oleh-oleh khas desa dan membawa kesan yang melekat erat di ingatan.

Berikut adalah tahapan strategis dalam membangun desa wisata sesuai dengan kisah sukses Desa Wisata Pujon Kidul:

Tahapan Strategis Membangun Desa Wisata

1. Reformasi Budaya Organisasi Pemerintah Desa

Pembangunan desa wisata, diakui oleh Udi sebagai sebuah proses yang panjang. Sebagai pemimpin, ia harus memberikan edukasi kepada masyarakatnya. Ia memerlukan waktu kurang lebih enam tahun atau satu periode kepemimpinan kepala desa untuk menumbuhkan sikap sadar wisata dari masyarakat desanya.

“Membangun desa wisata adalah visi misi saya sebagai kepala desa. Waktu saya memaparkan visi misi saya dianggap orang yang mengkhayal dan tidak masuk akal. Karena visi misi yang dianggap tidak masuk akal itu, orang yang mendukung saya berbalik arah dan kemudian tidak mendukung saya. Tetapi alhamdulillah sekarang orang itu justru orang yang pertama mendukung cafe sawah,” kenang kepala desa yang tengah mengemban amanah untuk keduakalinya ini.

Selain upaya penyadaran masyarakat, desa wisata juga harus didukung oleh kelembagaan yang kuat. Lembaga pertama yang harus direformasi adalah pemerintah desa sendiri. Reformasi pemerintah desa menjadi langkah yang pertama. Kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintah desa harus didapatkan sebelum memulai proses pembangunan.

Ada yang unik dari ungkapan Udi soal penguatan reformasi pemerintah desa ini. Ia menggunakan konsep sapta pesona wisata untuk memperbaiki kinerja pemerintah desa. Kepala desa dan perangkat desa secara otomatis adalah anggota dari kelompok sadar wisata. Karenanya, perangkat desa harus menerapkan sedikitnya empat dari tujuh prinsip sapta pesona. Empat prinsip tersebut adalah bersih, aman, sejuk dan tertib.

Bersih (clean) tidak hanya bermakna kebersihan alam dan lingkungan. Bersih juga harus menjadi karakter kinerja pemerintah desa (clean govenment). Pemerintah desa harus amanah dan menghindari korupsi, kolusi dan nepotisme. Aman dan sejuk berarti stabilitas politik desa harus dijaga oleh kepala desa beserta seluruh perangkat desa. Pemerintah desa juga harus tertib dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan.

Selain berpedoman pada prinsip sapta pesona, penguatan karakter pemerintah desa juga perlu memperhatikan prinsip 3 S (solid, speed, smart). Solid berarti menyatunya hati, pikiran dan tindakan. Solidaritas antar sesama perangkat desa akan menciptakan suasana persahabatan dalam dunia kerja. Kesamaan visi antar perangkat desa akan mengikat mereka dan kemudian akan memunculkan rasa saling percaya. Kepala desa sebagai pemimpin tertinggi di desa harus memiliki kemampuan untuk mengikat banyak orang dengan satu persinggungan tujuan dan kepentingan.

Speed, merupakan karakter mental untuk senantiasa bertindak sebagai pelopor dalam merespon setiap peristiwa. Pemerintah desa harus mampu untuk bertindak cepat dan tepat dalam melayani masyarakat desa.

Smart merupakan sikap untuk selalu berpikir dan bertindak cerdas dalam menjalankan tugas. Inovasi dan kreativitas menjadi kunci dalam menjalankan pekerjaan sebagai perangkat desa.

2. Aktivasi kelembagaan Wisata Desa

Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) menjadi instrumen pengantar menuju desa wisata yang sukses. Berdasarkan pengalaman Udi, BUM Desa yang ada di desanya berhasil menjadi garda terdepan dalam upaya eksplorasi potensi desa. BUM Desa Sumber Sejahtera menjadi sarana bagi desa untuk melakukan investasi yang menguntungkan bagi upaya pembangunan. Anggaran desa yang diperoleh dari pemerintah pusat (Dana Desa) secara sah dapat digunakan untuk modal usaha produktif melalui BUM Desa ini.

“Cara pendirian BUM Desa sangat sederhana pak. Kita punya hak asal usul untuk melakukan musyawarah. Melalui musyawarah inilah BUM Desa dibentuk,” ujar Udi.

Selain BUM Desa, Udi juga menyarankan untuk memperkuat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Lembaga ini berfungsi sebagai penyambung komunikasi antara desa, masyarakat dan pemerintah supra desa. Pokdarwis secara otomatis akan mendapat pembinaan dan bimbingan dari dinas pariwisata kabupaten. Di sisi lain, Pokdarwis juga menjadi organ yang mendidik masyarakat desa untuk menciptakan iklim wisata yang kondusif.

3. Sinergi Lima Aktor Pembangunan

Ketika pemerintah desa sudah kuat, Pokdarwis sudah menjalankan peranannya dan BUM Desa telah menjadi motor penggerak ekonomi, langkah yang harus ditempuh selanjutnya adalah memanfaatkan lima jaringan aktor (pentahelix). Aktor pertama yang harus dimanfaatkan keberadaannya adalah pihak pemerintah. Desa harus berkomunikasi dan bersinergi dengan organisasi perangkat daerah yang ada di kabupaten.

“Kita jangan ego sektoral, niat kita adalah membangun, meskipun kita beda partai atau apapun tapi kita sami’na wa’atho’na. Karena mereka (pemerintah kabupaten) yang punya anggaran. Kepentingan saya untuk membangun desa, untuk masyarakat. Jangan mengedepankan ego pribadi ketika berhubungan dengan pihak kabupaten,” kata Udi.

Aktor kedua adalah pihak swasta. Udi berhasil memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility(CSR) untuk mendukung visi pembangunan desa wisata. Beberapa bangunan seperti gapura, lampu penerangan dan dukungan permodalan berhasil didapatkan dari CSR perusahaan swasta maupun BUMN.

Aktor ketiga adalah media massa. Media massa baik elektronik maupun cetak bisa dimanfaatkan dalam rangka promosi wisata. Keempat adalah akademisi. Warga desa yang telah mengenyam pendidikan tinggi di berbagai jurusan dapat dimintai sumbangan pemikiran untuk pembangunan desa. Selain itu, program penelitian dan pengabdian masyarakat yang masuk ke desa bisa disaring dan diarahkan pada upaya pembangunan desa wisata. Kelima, masyarakat desa tak kalah penting dibandingkan dengan aktor lainnya. Dukungan masyarakat sebagai tuan rumah menjadi modal utama bagi kenyamanan sebuah desa wisata.

Author: Redaksi

1 KOMENTAR